Perkembangan teknologi informatika semakin pesat mengalahkan
laju pesawat tempur. Tak ada seorang pun tahu apakah yang akan terjadi esok
hari? Namun, pemanfaatan teknologi informatika di Negara ini nampak memperihatinkan,
liberalisasi menjamur dalam jiwa rakyat seakan lupa ideologi Pancasila.
Masyarakat seakan lupa apa makna kebebasan yang dimaksud dalam UUD 1945 secara
fundamental. Masyarakat dengan mudahnya mengungkapkan pendapat melalui jejaring social
tanpa mencoba menyaring terlebih dahulu.
Menurut data yang dilansir dari laman resmi Kementrian
Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), pengguna internet di Indonesia
mencapai 63 Juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 95 persen merupakan
pengguna aktif media social. Cukup disayangkan, negara peringkat ke-enam
pengguna internet terbanyak di dunia tidak berbanding lurus dengan budaya
literasinya. Sesuai studi “Most Littered Nation in The World” yang dilakukan
oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 silam, Indonesia
menduduki peringkat 60 dari 61 negara tentang minat baca.
Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas
Bostwana (61). Padahal, dari segi penilaian infrastuktur untuk mendukung
membaca peringkat Indonesia berada di atas negara-negara Eropa. Sangat
memperihatinkan!
Penyebaran informasi tak diimbangi dengan kuatnya budaya
literasi akan menimbulkan masyarakat asal-asalan. Asal membuat informasi, asal
menyebarkan informasi, hingga asal menanggapi informasi. Pepatah “Mulutmu Harimaumu”
kini berevolusi menjadi “Jarimu Harimaumu.”
Masyarakat Indonesia kini sepertinya terlalu terlena dengan
kebebasan. Memang, kebebasan telah terjamin dalam UUD 1945 pasal 28 E ayat 3
yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat.” Tapi kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang
bertanggung jawab, alias segala pendapat baik lisan maupun tulisan dapat
dipertanggung jawabkan faktanya.
Indonesia jangan sampai berubah, yang harus berubah adalah
masyarakatnya. Penyebaran informasi di era liberalisasi Negeri ini adalah hal
serius. Jika tak dapat ditangani maka dapat menimbulkan perpecahan NKRI. Karena
perang yang akan terjadi bukanlah perang senjata, namun perang Komunikasi dan
Informasi. Dengan lisan maupun tulisan, dalang dapat dengan mudah mempengaruhi
masyarakat yang tidak mengerti apa-apa.
Adolf Hitler seorang tokoh Nazi yang kematiannya masih
dipertanyakan sampai saat ini, memiliki sebuah propaganda andalan yaitu “Kebohongan
yang terus menerus disebarkan akan dianggap sebagai kebenaran.” Maka masyarakat
harus berhati-hati, jangan cepat terpengaruh akan informasi berisi propaganda
yang disebarkan melalui jejaring social. Sebaiknya masyarakat harus jeli dalam
membaca atau menerima informasi, bandingkan dengan literasi lain, serta berdiskusi agar dapat menyempurnakan
dialektika.
ini opini sendiri apa dapet copas mas?
BalasHapussendiri mas, kebetulan terbit juga di mediapublica.co
Hapus